Penerapan mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa medis yang berkeadilan menjadi fokus utama dalam Seminar Nasional bertajuk “Penerapan Mediasi sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Medis yang Berkeadilan di Indonesia.” Seminar ini diselenggarakan sebagai bagian dari rangkaian peluncuran Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Hukum Kesehatan Indonesia, Perkumpulan Profesional Hukum dan Kesehatan Jurist Indonesia (PPHKJI), serta Lembaga Mediasi Kesehatan Indonesia (MEDIKES), yang menandai penguatan ekosistem hukum kesehatan nasional.
Dalam pemaparannya, Dr. Ahmad Redi, S.H., M.H., M.Si., Wakil Ketua Majelis Disiplin Profesi (MDP), menekankan pentingnya optimalisasi peran Majelis Disiplin Profesi dalam menangani pengaduan terkait disiplin tenaga medis dan tenaga kesehatan. Ia mengungkapkan bahwa setiap bulan MDP menerima ratusan pengaduan yang melibatkan tenaga medis, manajemen rumah sakit, hingga pasien. Kondisi tersebut, menurutnya, menuntut adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang lebih efektif di luar pengadilan.

Dr. Ahmad Redi menjelaskan bahwa kehadiran LSP Hukum Kesehatan Indonesia diharapkan dapat membantu mengurangi beban MDP maupun lembaga peradilan. Sebelum sengketa medis berlanjut ke proses hukum formal, pendekatan mediasi dan musyawarah antarpara pihak seharusnya menjadi langkah awal yang diutamakan. Hal ini sejalan dengan Pasal 310 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang mendorong penyelesaian sengketa medis melalui mekanisme non-litigasi, seperti mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli, serta mengedepankan prinsip keadilan restoratif.
Ia juga memaparkan bahwa dasar hukum pelaksanaan disiplin profesi tenaga medis dan tenaga kesehatan telah diatur secara komprehensif dalam UU Nomor 17 Tahun 2023, PP Nomor 28 Tahun 2024, serta Permenkes Nomor 3 Tahun 2025. Regulasi tersebut mengamanatkan agar setiap tenaga medis dan tenaga kesehatan mematuhi standar profesi guna menjaga kualitas layanan kesehatan dan profesionalisme.
Dari perspektif lembaga peradilan, YM. Ennid Hasanuddin, S.H., CN., M.H., Hakim Agung Kamar Perdata Mahkamah Agung RI, menegaskan bahwa mediasi merupakan instrumen penting dalam sistem hukum modern. Ia menilai mediasi mampu mengurangi beban perkara di pengadilan sekaligus memberikan solusi yang lebih cepat, proporsional, dan memuaskan bagi para pihak yang bersengketa, khususnya dalam perkara medis yang memiliki kompleksitas tinggi.

Diskusi seminar berlangsung dinamis dengan dipandu oleh Dr. Tina Amelia, S.H., M.H., M.M., Dosen Fakultas Hukum dan Pascasarjana Universitas Borobudur. Berbagai isu strategis dibahas secara mendalam, mulai dari kerangka hukum mediasi medis, urgensi kehadiran mediator bersertifikat, hingga tantangan implementasi mediasi sengketa medis di lapangan.
Para peserta seminar menyambut positif pelaksanaan kegiatan ini serta kehadiran LSP Hukum Kesehatan Indonesia, PPHKJI, dan MEDIKES. Ketiga lembaga tersebut dinilai sebagai langkah konkret dalam memperkuat tata kelola hukum kesehatan, meningkatkan perlindungan hukum bagi tenaga medis dan pasien, serta membangun budaya penyelesaian sengketa yang berkeadilan dan berorientasi pada solusi.

Melalui seminar nasional ini, diharapkan mediasi sengketa medis dapat semakin dioptimalkan sebagai alternatif utama dalam penyelesaian konflik di sektor kesehatan, sejalan dengan semangat reformasi hukum dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan nasional.